Powered By Blogger

Senin, 17 Juni 2013

gelisah

Malam tak bisa jadi kawan ketika rintik hujan menginjak bumi tanpa kaki. Meski bunyi-bunyi liar berhamburan, menancapkan hujan tanya getarkan jiwa, biar terpendam, terpasung dalam gemuruh langit yang menjerit. Meneriakan kelam gelisahku–diantara remang rembulan tertutup awan. Dijilat kilat-lidah api yang membakar, kemudian redup dan padam seiring bergulirnya waktu yang tak pernah menunggu.
Meski lukaluka datang melintang, membentang rintang–jalan bergantian mengisi detik yang mematik. Namun, mata anak-anak panah senantiasa kubidikan terarah, terasah disetiap desah nafas yang terhempas, menghisap lekuk kehidupan yang tertakhluk oleh kenyataan dipelataran dada, dan siap meluap jadi bait-bait senderhana mengalir diantara syairnya, membentuk diri jadi sebuah puisi walau tak jadi.
Mungkin, harus kuseka gelap malam ini dan menidurkan resah diantara fajar yang mekar. Walau degup jantung tak berhenti, biarlah berdenyut sebagai pertanda; masih ada kehidupan disini, di tempat ini, tempat bersekutunya arang dan parang dalam persenggamaan, dunia tak berjarak, tanpa sekat bergerak menelusup dimensi jiwa–yang mungkin suatu kali nanti tersesat dan berkhianat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar